Perlindungan konsumen di
Indonesia dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK dirumuskan dengan mengacu pada filosofi
pembangunan nasional, dimana dalam pembangunan nasional melekat upaya yang
bertujuan memberikan perlindungan kepada rakyat Indonesia.
Pelaksanaan pembinaan atas
penyelenggaraan perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Perlindungan
Konsumen berada pada Menteri Perdagangan. Secara hierarki (struktural dan
fungsinya) tugas tersebut dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Standardisasi
dan Perlindungan Konsumen, yang kemudian dilaksanakan oleh Direktorat
Pemberdayaan Konsumen.
Sesuai dengan tugas pokok,
fungsi dan perannya, upaya tersebut terkait dengan perumusan kebijakan,
standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, serta evaluasi
pelaksanaan di bidang kerjasama, informasi dan publikasi pemberdayaan konsumen,
analisis penyelenggaraan pemberdayaan konsumen, bimbingan konsumen dan pelaku
usaha, pelayanan pengaduan serta fasilitasi kelembagaan perlindungan konsumen.
Selain hal tersebut,
dilaksanakan juga kegiatan untuk membudayakan gerakan konsumen cerdas,
melakukan kemitraan dengan lembaga konsumen yang didukung oleh peran aktif
kepemimpinan di setiap lini serta secara cerdas pula merekomendasikan
penerbitan berbagai "smart regulation". "Smart regulation"
merupakan regulasi teknis yang bukan hanya melindungi konsumen, tetapi juga
memperkuat pasar dalam negeri terhadap masuknya produk impor yang tidak
memenuhi persayaratan perlindungan konsumen.
Pada intinya, peran
Direktorat Pemberdayaan Konsumen adalah menciptakan lingkungan yang kondusif
dimana konsumen dan pelaku usaha dapat bertransaksi dengan percaya diri, dan
keduanya dapat merealisasikan hak-hak serta kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
Kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah adalah menetapkan peraturan per-undang-undangan, mengendalikan
pengukuran melalui pengawasan pasar dan mengem-bangkan serta memelihara
infrastruktur yang dapat mendukung akurasi pengukuran tersebut (melalui
ketertelusuran) yang sangat mendasar untuk melengkapi peran pemerintah.
Orientasi kebijakan
Direktorat Pemberdayaan Konsumen
- Meningkatkan pembinaan
terhadap konsumen dan pelaku usaha
- Meningkatkan peran aktif dan kepedulian pelaku
usaha
- Menumbuhkembangkan dan memperkuat kapasitas
kelembagaan perlindungan konsumen
- Meningkatkan pelayanan informasi konsumen dengan
memanfaatkan jaringan teknologi informasi
- Meningkatkan analisis dan evaluasi
penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagai upaya umpan balik (feedback) bagi
penyusunan berbagai peraturan dan ketentuan mengenai perlindungan konsumen
- Meningkatkan koordinasi, kerjasama dan publikasi
dalam rangka perlindungan konsumen
Pendekatan Kebijakan
Kebijakan Pemberdayaan konsumen didasarkan pada 3
prinsip pendekatan, yang untuk memudahkan disebut SMARTS 3, yaitu:
1. Smart Policy dan Smart
Regulatory, yaitu upaya pengembangan kebijakan yang bertujuan untuk
menghasilkan suatu kebijakan/regulasi yang cerdas, yang dalam penerapannya
dapat melindungi konsumen dan secara lebih luas lagi dapat mengamankan pasar
dalam negeri.
Kebijakan ini mencakup program Penyusunan perangkat
kebijakan perlindungan konsumen, serta Evaluasi dan analisa kebijakan
perlindungan konsumen.
2. Smart
consumers/Traders/Producers, yaitu upaya memberdayakan konsumen untuk menjadi
komunitas konsumen yang cerdas dan meningkatkan tanggung jawab pelaku usaha
agar berorientasi perlindungan konsumen, tertib ukur, tertib mutu dan tertib
usaha.
Kebijakan ini mencakup program Pembudayaan kepada
masyarakat (konsumen, pelaku usaha, aparat); Sosialisasi/Publikasi/Diseminasi;
Koordinasi dan partisipasi aktif dalam forum komunikasi lintas sektor; dan
Membentuk motivator perlindungan konsumen.
3. Smart Partnership, yaitu pengembangan
kelembagaan dan meningkatkan jejaring koordinasi dengan lembagalembaga
perlindungan konsumen dalam penyelesaian kasus dan sengketa konsumen dengan
pelaku usaha yang mencakup program Penguatan dan pengembangan BPSK,
Mengembangkan kemitraan dan faslitasi LPKSM, serta Konsultasi dan pengembangan
advis dengan BPKN
Tata Laksana Direktorat
Pemberdayaan Konsumen
Mempertimbangkan skala dan
daya dukung Direktorat Pemberdayaan Konsumen sebagai suatu unit organisasi
pemerintah, maka sebagai sumber dan jalur informasi, Direktorat Pemberdayaan
Konsumen tidaklah harus selalu berhubungan langsung dengan masyarakat konsumen.
Direktorat Pemberdayaan Konsumen dapat menyampaikan informasi melalui jalur
(badan/lembaga) yang mempunyai hubungan dengan target group konsumen.
Sebagai sumber dan jalur
informasi yang memiliki kredibilitas bagi konsumen dan pelaku usaha, fungsi
Direktorat Pemberdayaan Konsumen mencakup:
- Menjelaskan dalam konteks pembinaan dan edukasi
mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha berdasarkan hukum
yang berlaku.
- Menyampaikan informasi tentang pemanfaatan yang
aman atas suatu produk/jasa.
- Memfokuskan pada kelompok konsumen tertentu yang
mempunyai kendala dalam mengakses informasi, atau mereka yang berpotensi
terperangkap dalam kesepakatan transaksi yang merugikan dirinya.
Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Pembangunan perlindungan
konsumen di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK dirumuskan dengan mengacu pada
filosofi pembangunan nasional dimana dalam pembangunan nasional, melekat upaya
yang bertujuan memberikan perlindungan kepada rakyat Indonesia.
Peraturan perundang-undangan lainnya :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2001 tentang Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
2. Peraturan Pemerintah Nomor
58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Konsumen;
3. Peraturan Pemerintah Nomor
59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM);
4. Peraturan Pemerintah Nomor
302 tahun 2001 tentang Pendaftaran LPKSM ;
5. Peraturan Pemerintah Nomor
350 tahun 2001 tentang Tugas dan Wewenang badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK);
6. Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 01/2006 tentang Tatacara Pengajuan Keberatan Terhadap Keputusan BPSK;
7. Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 13/M-Dag/Per/3/2010 Tentang Pengangkatan
Dan Pemberhentian Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dan Sekretariat
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
8. Keputusan Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri Nomor 76/2010 tentang Juknis Tatacara Pemilihan calon
Anggota BPSK, Pengangkatan Ketua BPSK dan Wakil Ketua BPSK dan Sekretariat
BPSK;
9. Surat Edaran Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 40/PDN/SE/02/2010 tentang Penanganan
dan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Sumber :
0 comments:
Post a Comment